A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus
(Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit
demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan
empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan
(sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
Demam dengue disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk dalam genus
flavi virus merupakam virus
dengan diameter 30nm. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu den 1, den 2, den 3, den 4 yang semua dapat menyebabkan DHF. Ke-4
serotipe ditemukan di Indonesia dengan den 3 merupakan serotype terbanyak (Sudoyo, 2006).
B. ETIOLOGI
1. Virus Dengue.
Virus dengue
yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn
virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus.
2. Vektor.
Virus dengue
serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti
demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa
denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan
virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.
Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang
tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator
anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu,
renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi
dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat
terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka
plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
D. TANDA DAN GEJALA
1.
Demam
Demam terjadi
secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal
atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik
yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2.
Perdarahan
Perdarahan
biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit
dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat
terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson,
1993 ; 296).
Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah,
1995 ; 349).
3.
Hepatomegali.
Pada permulaan
dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati
juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4.
Renjatan
(Syok).
Permulaan syok
biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda
– tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa
demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
E.
KLASIFIKASI
WHO, 1986
mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
- Derajat I.
Demam disertai
gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
- Derajat II.
Sama dengan
derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
- Derajat III.
Ditandai oleh
gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt),
tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 →
120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
- Derajat IV.
Nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
- HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal
: - HB
= L : 12,0 – 16,8 g/dl.
P : 11,0 – 15,5 g/dl.
PCV /Hm = L
: 35 – 48 %.
P : 34 – 45 %.
- Trombosit menurun £ 100.000 / mm3.
Nilai normal
:
L : 150.000 – 400.000/mm3.
P
: 150.000 – 430.000/mm3.
- Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal
:
L/P : 4.600 – 11.400/mm3.
- Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal
: 1 – 5 menit.
- Waktu protombin memanjang.
Nilai normal
: 10 – 14 detik.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat
berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian
cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya
ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam
(suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat
tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap
hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih
lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat
kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan
meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan
laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus
dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan
12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi
sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan
plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan
pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian
transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis
dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa
renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara
pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan
pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus
menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
H. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat
tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian
nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat,
yaitu :
1.
Lingkungan.
Metode
lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2.
Biologis.
Pengendalian biologis dengan
menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3.
Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain
:
a.
Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas
waktu tertentu.
b.
Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air,
vas bunga, kolam, dan lain-lain.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN.
1.
Identitas Klien.
Nama, umur
(Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia,
dan terutama terjadi pada saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan.
2.
Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3.
Riwayat Kesehatan.
a.
Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas
mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas
terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b.
Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah
diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c.
Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang
baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
d.
Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF
dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko,
apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e.
Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang
padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang
menggenang dan gantungan baju dikamar ).
4. Acitvity Daily Life (ADL)
1) Nutrisi
: Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas
: Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati,
pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3) Istirahat,
tidur
: Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4) Eliminasi
: Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5) Personal hygiene
:
Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.
5.
Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi,
adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi
adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan
meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop
(auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF
diperoleh hasil sebagai berikut:
a.
Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1)
Grade I :
Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan nadi
lemah.
2)
Grade II : Kesadaran
kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan
gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)
Grade III : Keadaan umum lemah,
kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
4)
Grade IV : Kesadaran koma,
tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak
teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan
pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola
mata nyeri.
2) Mulut :
Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan
: Hiperemia
5) Leher :
Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal
posterior.
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi
: Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi :
Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas
vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan
limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness,
balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi
alvi
: Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi
uri
: Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium
I
: Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstrimitas.
Stadium IV :
Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (
≥20%).
b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia
darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah
mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40
mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan DHF
adalah :
1.
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Ditandai oleh :
a.
Konvulsi.
b.
Kulit kemerahan.
c.
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d.
Kejang.
e.
Takikardi.
f.
Takipnea.
g.
Kulit terasa hangat.
2.
Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
a.
Perubahan status mental.
b.
Penurunan tekanan darah.
c.
Penurunan tekanan nadi.
d.
Penurunan volume nadi.
e.
Penurunan turgor kulit.
f.
Penurunan turgor lidah.
g.
Pengeluaran haluaran urine.
h.
Penurunan pengisian vena.
i.
Membrane mukosa kering.
j.
Kulit kering.
k.
Peningkatan hematokrit.
l.
Peningkatan suhu tubuh.
m.
Peningkatan frekuensi nadi.
n.
Peningkatan konsentrasi urine.
o.
Penurunan berat badan tiba-tiba.
p.
Haus.
q.
Kelemahan
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.
a.
Kram abdomen.
b.
Nyeri abdomen.
c.
Menghindari makanan.
d.
Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e.
Kerapuhan kapiler.
f.
Diare.
g.
Kehilangan rambut berlebihan.
h.
Bising usus hiperaktif.
i.
Kurang makanan.
j.
Kurang informasi.
k.
Kurang minat pada makanan.
l.
Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m.
Kesalahan konsepsi.
n.
Kesalahan informasi.
4.
Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a.
kematian
jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
5.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi.
a.
Perilaku hiperbola.
b.
Ketidakakuratan mengikuti perintah.
c.
Ketidakakuratan melakukan tes.
d.
Perilaku tidak tepat.
e.
Pengungkapan masalah.
No comments:
Post a Comment